Kembali Dilakukan, Pendirian Tempat Ibadah Dilakukan Dengan Pemalsuan Tanda Tangan Warga

Kemarahan warga dipicu karena merasa telah dibohongi pihak yayasan
Ratusan warga Kampung Jiwanaya Kel.Cibeunnying Kec.Cimenyan Kab.Bandung,Jum’at (12/11) berdemo di depan sebuah rumah mewah di kampung tersebut.Warga meminta agar rumah tersebut difungsikan sesuai dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dipunyai pemiliknya yakni sebagai tempat tinggal.

Aksi warga yang tidak sampai berbuat anarki ini ditujukan kepada pihak pemilik rumah, Pendeta Antonius Julistiana disaksikan aparat pemerintahan dan kepolisian setempat. Sementara itu, Pendeta Antonius Julistiana juga bersedia melakukan dialog dengan perwakilan warga.

Seperti diceritakan perwakilan warga, Agus Sulaeman,pada awalnya tahun 2003 rumah milik Yayasan Pengurus Gereja Amal Katolik (PGAK) Paroki St Melania tersebut diperuntukan kepada Pendeta Antonius Julistiana sebagai tempat tinggal.

Namun pada perkembangannya pihak yayasan mengajukan proposal pembangunan gedung “Bumi Kahuripan” sebagai gedung serba guna yang dapat digunakan untuk kegiatan sosial,budaya,olah raga.Nah, dari sinilah, reaksi warga bermula.

Akhirnya, hingga 2005 warga dikejutkan dengan bergantinya judul proposal menjadi “Proposal Pembangunan Gereja Katolik Bumi Kahuripan”. Rupanya, hal tersebut memicu kemarahan warga sekitar karena merasa telah dibohongi pihak yayasan.

Agus juga menilai telah terjadi pemalsuan tanda tangan yang dilakukan pihak yayasan kepada 60 warga sekitar dengan imbalan sejumlah uang.Dalam surat tersebut pihak PGAK menyatakan sebagai uang ganti rugi kepada warga atas timbulnya kebisingan dan debu akibat pembangunan rumah tinggal tersebut.Namun tanda tangan tersebut muncul dalam proposal pembangunan gereja yang diklaim bahwa warga telah setuju akan dibangunnya gereja di area komplek tersebut.

Warga mengaju telah melayangkan surat keberatan pendirian gereja diwilayah mereka kepada pihak-pihak terkait termasuk Bupati Bandung.Namun tidak pernah ada tanggapan serius maupun upaya menyelesaikan permasalahan tersebut.

Saat dikonfirmasi hidayatullah.com usai dialog,Pendeta Antonius Julistiana membantah jika rumah tersebut telah beralih fungsi.

“Saya menyayangkan ada kesalahpahaman warga soal rumah ini,disini tidak ada peribadatan dan rumah ini hanya rumah tinggal biasa,”jelas Antonius.

Pendapat tersebut juga dibenarkan Romo Paulus Rusbani selaku penanggung jawab Yayasan PGAK St Melania.Menurut Rusbani pihaknya tidak pernah mengajukan surat ijin bahwa area komplek tersebut akan di bangun sebuah gereja.

Namun ketika dimintai pendapat soal adanya pemalsuan dan penipuan tanda tangan warga,keduanya enggan memberi keterangan.

“Kalau soal itu (pemalsuan tanda tangan,red) kami tidak tahu,” jawab Rusbani singkat.

Dalam pengamatan hidayatullah.com, di dalam rumah tersebut, selintas ada beberapa sarana kebaktian seperti alat musik piano dan buku “Buku Petunjuk Gereja Katolik 2009” yang tersimpan diatas meja.

Dialog diakhiri dengan ditanda tangani empat kesepatan antara warga dan yayasan yang antara lain tertulis bahwa pihak Yayasan PGAK St. Melania tidak akan mengalihfungsikan rumah tersebut (untuk ibadah/kebaktian) dan berkomitmen tidak akan membangun gereja di wilayah Jiwanaya.

Kesepakatan yang juga ditandatangani oleh Lurah Cibeunying,Camat dan Kapolsek Cimenyan tersebut oleh warga dianggap sebagai akhir perjuangan warga Jiwanaya dalam menyelesaikan masalah antara PGAK dengan warga yang telah berjalan tujuh tahun.[man/hidayatullah.com]

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Populer