6 Isu Kontroversial Kegagalan Pemerintahan SBY

Berikut ini beberapa isu yang menjadi kontroversi dalam setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.

1. KASUS CENTURY
Kasus penyelamatan Bank Century yang terjadi pada November 2008 atau saat pemerintahan SBY-JK. Kasus Century ditengarai merugikan negara. Isu itu terus berkembang dan puncaknya DPR membuat Panitia Hak Angket Century atau lebih dikenal Pansus Century pada 4 Desember 2009 saat pemerintahan SBY-Boediono.

Pansus dibubarkan pada 24 Februari 2010 dengan pandangan akhir masing-masing fraksi partai politik di DPR. Hanya Partai Demokrat dan PKB yang menyatakan tidak ada pelanggaran prosedur dalam penyelamatan Bank Century tersebut. Dalam rekomendasinya, kasus ini tetap diteruskan pada aparat penegak hukum, tetapi hingga kini masih terkatung-katung.
“Kasus ini menjadi hantu politik yang sewaktu-waktu bisa bangun,” kata anggota DPR Fraksi PKS, Andi Rahmat. Akibat dari isu ini adalah terpentalnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Sebelum mengundurkan diri, Sri Mulyani sempat bersitegang dengan Aburizal Bakrie yang merupakan Ketua Umum Golkar.

2. KASUS KRIMINALISASI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Isu ini bermula dari wacana yang digelar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang KPK sebagai lembaga “superbody“. Hal itu tampaknya mendapatkan sorotan negatif dari media-media, apalagi saat itu kasus Ketua KPK Antasari Azhar sedang disidangkan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnein. Hal itu membuat polemik antara fakta dan rekayasa terhadap kasus tersebut.

Akhirnya Antasari diberhentikan secara tetap dari jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah diberhentikan sementara pada tanggal 6 Mei 2009.

Pada 11 Februari 2010, Antasari divonis hukuman penjara 18 tahun karena terbukti bersalah turut serta melakukan pembujukan untuk membunuh Nasrudin Zulkarnaen. Isu itu belum selesai karena kemudian muncul adanya penahanan anggota KPK Bibit Samad Riyanto dan Candra M Hamzah yang dituduh telah menerima suap.

Namun, hingga kini hal itu tidak bisa dibuktikan oleh pihak kepolisian yang justru memberikan informasi yang berubah-ubah terkait dengan alat bukti penyadapan untuk penangkapan keduanya. Bahkan, kepolisian lebih dipermalukan dengan pemutaran percakapan Anggodo dan Yuliana Gunawan pada 3 November 2009. Kasus ini kemudian merembet dengan perseteruan KPK dan kepolisian dan yang memunculkan sebutan “cicak lawan buaya”.

Salah satu akibat dari kasus ini adalah kemunculan Satgas Mafia Hukum. Isu kriminalisasi KPK hingga kini belum selesai karena masih adanya hambatan hukum terkait status Bibit Samad Riyanto dan Candra M Hamzah yang telah ditetapkan menjadi tersangka.

3. KASUS MAFIA PAJAK
Hal ini bermula dari pengungkapan oleh mantan Kabareskrim Polri, Komjen Susno Duadji, tentang adanya mafia pajak yang melibatkan aparat pajak Gayus Tambunan, oknum kepolisian, dan aparat penegak hukum lainnya.

4. SEKRETARIAT GABUNGAN
Sekretariat Gabungan (Setgab) merupakan perhimpunan partai koalisi yang diketuai oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan ketua pelaksana harian oleh Aburizal bakrie. Setgab didirikan untuk menjembatani antara eksekutif dan politik di legislatif. Setgab menimbulkan kontroversi karena sering kali dinilai memiliki kewenangan layaknya pemerintah. Di antara anggota Setgab yang terdiri dari enam partai koalisi juga terjadi ketidaknyamanan, terutama terhadap kepemimpinan Golkar. Hingga kini isu ini masih terus berlangsung.

5. KONFLIK PERBATASAN DENGAN MALAYSIA
Masalah perbatasan dengan Malaysia bersifat laten dan bisa menonjol sewaktu-waktu, tetapi temporer. Isu ini pernah menyita perhatian publik ketika petugas Dinas Kelautan Indonesia ditangkap oleh Kepolisian Diraja Malaysia di Perairan Tanjung Berikat. Gelora nasionalisme di masyarakat menguat sehingga membuat Presiden harus berpidato di Markas TNI untuk masalah ini.

6. ISU JAKSA AGUNG
Munculnya isu itu berawal dari pengajuan uji materiil UU terkait pengangkatan Jaksa Agung Hendarman Supandji oleh Mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, Mahkamah Konstitusi menyatakan, Hendarman Supandji tidak sah lagi menjadi Jaksa Agung. (kompas.com, 16/10/2010)

Kegagalan Pemerintahan Dari Istana


Ito Susilo |20 Oktober 2010 | 10:19

Tulisan ini merupakan kompilasi dari sekitar 7 siaran pers dari berbagai organisasi yang turun ke jalan tepat 1 tahun kinerja Mr.Y, atau 6 tahun Rezim Mr.Y. Presiden pada sesi pernyataan pers, di kantor kepresidenan, Jakarta.

Organisasi yang menamakan diri sebagai Front Oposisi Rakyat Indonesia (FORI) menyematkan judul “Rezim SBY Gagal Mensejahterakan Rakyat”, dalam pernyataan resmi mereka.

Front yang terbentuk dari gabungan banyak elemen gerakan buruh, tani, mahasiswa dan miskin kota ini, tegas-tegas menyebutkan sejak tahun 2004, rezim Mr.Y mengubah Indonesia menjadi sebuah negara pasar bebas dalam hal investasi, perdagangan dan keuangan.

Akibatnya, rakyat kehilangan tanahnya, pekerjaannya, identitasnya serta kerusakan lingkungan yang parah, kesejahteraan semakin jauh, akhirnya meninggikan angka kemiskinan.

Frustasi rakyat juga tinggi terlihat dari konflik-konflik antar rakyat dan negara yang muncul di berbagai daerah. Proses politik di Indonesia makin mahal, terlihat dari pemilu legislative, presiden serta pilkada. Praktek politik transaksional telah menghancurkan moral rakyat.
“Rezim SBY, dengan negara pasar bebasnya, jelas-jelas hanya menyengsarakan rakyat Indonesia. Sudah saatnya rakyat Indonesia meneriakkan “ Ganti Rezim, Ganti Sistem”, demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Bukan hanya pasar bebas, Ornop Infid mencermati pemerintahan Mr Y-Boediono telah mengalami kecanduan utang. “Hanya dalam waktu setahun Mr.Y – Boediono berkuasa telah membukukan utang sebesar US$ 18,08 milyar, sehingga sampai bulan Oktober ini total utang Indonesia makin menggunung hingga berjumlah US$ 185,30 milyar.”

Penderitaan Rakyat
Sementara organisasi yang menamakan dirinya Front Perjuangan Rakyat (FPR), menyematkan judul “SBY-Boediono Harus Bertanggungjawab atas Segala Penderitaan Rakyat!”, dalam judul pernyataan persnya.
Mereka menuntut agar Mr.Y menghentikan komersialisasi pendidikan, memberikan kepastian kerja dengan menghentikan Outsourcing dan Perjanjian Kerja Jangka Pendek, serta mengeluarkan kebijakan anti PHK serta menaikkan upah buruh.

Front ini juga menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan, mewujudkan Reforma Agraria, menghentikan kekerasan terhadap Buruh dan Tani, serta mewujudkan penanganan bencana yang responsif dan komprehensif. Mereka juga menyerukan agar penegak hokum segera menangkap dan mengadili Koruptor, serta meminta agar perampasan upah, tanah, dan pekerjaan dihentikan.

Prestasi Pembiaran
Lain halnya dengan organisasi gerakan buruh KASBI. Mereka menyematkan beberapa prestasi dan capaian Mr.Y dan Boediono. “Prestasi pemerintahan Mr.Y – Boediono dimata kaum buruh Indonesia adalah Penindas tulen.”

Kaum buruh yang tergabung dalam KASBI menyematkan sekitar 8 prestasi dalam 1 tahun pemerintahan.
Yaitu, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap PHK missal, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran anti Serikat Buruh, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap praktek kontrak dan outsourcing, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap pemberlakukan upah murah.

Selain itu, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran SBY-Boediono terhadap penjualan manusia ke luar negeri, prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap penjualan asset BUMN kepada swasta.
Kemudian prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap pengurasan kekayaan dan Sumber daya Alam Indonesia dan prestasi Mr.Y-Boediono dalam pembiaran terhadap nasib petani yang semakin miskin, nelayan yang semakin suram dan miskin kota yang terus digusur.
”Dengan segala pembiarannya terhadap kaum Buruh dan nasib rakyat Indonesia, sudah sepantasnya mundur atau dihentikan oleh rakyat. Karena bila dilanjutkan, maka kesengsaraan, kemiskinan dan keterpurukan rakyat dan bangsa ini semakin mendalam sehingga menjadi Bangsa yang tidak berdaya dan tidak berguna.”

Pasar Lupa
Sementara, Korban dan keluarga Korban pelanggaran HAM berat, menyematkan judul “Pasar Lupa dan Transaksi Politik”, untuk 1 tahun pemerintahan.
“Setahun KIB jilid II; yang terjadi adalah hiruk pikuk “transaksi politik” yang dangkal, layaknya dalam sebuah pasar. Substansi Politik yang sesungguhnya terabaikan dan terlupakan.”

Presiden dan kabinetnya dinilai terus menerus mengabaikan banyak hal, yaitu, mengabaikan rekomendasi DPR kepada Presiden untuk kasus penculikan dan penghilangan Paksa 1997/1998, mengabaikan hasil Penyelidikan Komnas HAM untuk kasus Talangsari 1989, Penghilangan Paksa 1997/1998, Trisakti 1998, 13-15 Mei 1998, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999, sejak 2002.

Mengabaikan Pembebasan semua pelaku dalam Persidangan Pengadilan HAM ad hoc kasus Tanjung Priok 1989. Mengabaikan Pendapat Mahkamah Agung (MA) dan DPR RI serta Mahkamah Konstitusi kepada Presiden, perihal pemberian rehabilitasi kepada korban dan keluarga korban tragedi 1965/1966. Mengabaikan Pengungkapan kasus pembunuhan Munir, 2004

Lingkungan
Dari Kalangan pegiat lingkungan, yaitu HuMa, ICEL, Institut Hijau Indonesia, JATAM, KIARA, Sawit Watch dan WALHI mendesakkan beberapa hal dalam 1 tahun pemerintahan Mr.Y.

Pertama, reorientasi kebijakan pertambangan agar lebih mengedepankan keselamatan dan produktivitas rakyat serta perlindungan lingkungan hidup. Kedua, memperkuat kepemimpinan (leadership) di dalam institusi lingkungan hidup (Kementerian Lingkungan Hidup) sehingga memiliki prioritas kerja tepat, strategis dan terukur. Ketiga, segera melakukan legal audit dan legal compliance terhadap perkebunan – perkebunan skala besar di Indonesia dengan melibatkan peran serta masyarakat. Keempat, segera menerbitkan aturan pelaksana dari UU PPLH secara partisipatif. Kelima, segera meralisasikan sistem penegakan hukum lingkungan terintegrasi. Keenam, reorientasi kebijakan kehutanan agar menyejahterakan rakyat. Ketujuh, reorientasi kebijakan kelautan dan perikanan nasional yang mengarah pada: penguatan kapasitas nelayan tradisional, pelaksanaan kemandirian ekonomi berbasis perikanan nasional, dan penguatan pengawasan teritori Negara. Kedelapan, melakukan upaya-upaya kongkrit pengurangan risiko bencana;

Pengadaan Tanah
Koalisi Rakyat Anti Penggusuran menyerukan agar pemerintah menghentikan pembahasan RUU Pengadaan Tanah untuk pembanguna bagi kepentingan umum.
“Kehadiran RUU ini adalah hasil koalisi pemerintah, pengusaha dan partai politik. Sekretariat Gabungan (Setgab) secara terang-terangan mengatakan dukungan terhadap RUU Pengadaan tanah ini tanpa terlebih dahulu melihat urgensi dan apa dampaknya bagi rakyat.”

Koalisi ini berpandangan, RUU ini menyisakan banyak masalah, diantaranya, Lahirnya UU semacam ini, penggusuran yang selama ini telah menjadi kejadian sehari-hari akan semakin banyak terjadi. RUU ini akan mempertajam konflik atas tanah, termasuk konflik yang terjadi di tanah-tanah adat karena minimnya pengakuan Negara terhadap hak masyarakat adat atas tanah.

Pembahasan RUU ini menandakan bahwa pemerintah kita begitu ramah dan mudah disetir oleh pengusaha. Menurut data BPN ada 7.2 juta hektar lahan yang diterlantarkan oleh pengusaha. Tapi, para pengusaha masih mengeluh untuk mendapatkan tanah. Dalam RUU ini tata cara ganti rugi yang kelak akan dipakai terlalu menguntungkan pengusaha.

RUU ini berdalih seolah-olah proyek yang didorong adalah kepentingan umum, padahal proyek tersebut adalah infrastruktur yang sepenuhnya dibiayai, dimiliki dan dikelola oleh swasta, organisasi ini juga mensinyalir RUU ini pesanan asing, ditemukan dokumen-dokumen yang menyebutkan bahwa RUU ini didorong oleh ADB dan Bank Dunia.

HTI: Gagal Tangani Aliran Sesat, Pemerintahan SBY Ikut Sesat
Jakarta (voa-islam.com) - Berlarut-larutnya permasalahan aliran sesat membuat Hitbuz Tahrir Indonesia (HTI) menilai dua periode pemerintahan SBY berjalan sesat. Sebagai Kepala Pemerintahan, SBY dinilai kurang berbuat banyak kepada aliran sesat, buktinya Ahmadiyah tidak dibubarkan.

“Kalau biasanya agama yang sesat, kali ini negara yang sesat,” ujar Juru Bicara Hitbuz Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto dalam diskusi ‘Refleksi 6 tahun Pemerintah SBY’ di Wisma Antara Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (19/10/2010).

Pemerintah yang sesat ini lanjut Ismail semakin memperjelas betapa gagalnya SBY untuk memimpin Indonesia. Maka itu tidak heran jika ulah masyarakat saat ini pun sedikit menyimpang. “Dengan negara yang gagal dan sesat itu, masyarakatnya pun ikut sesat,” tegasnya.

…”Kalau biasanya agama yang sesat, kali ini negara yang sesat,” ujar Juru Bicara Hitbuz Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto…

Bentuk kegagalan pemerintahan SBY kali ini, salah satunya adalah negara gagal melindungi agama dari kesesatan. Negara seperti melakukan pembiaran terhadap keberadaan berbagai aliran sesat.

“Contoh gagalnya pemerintahan ini, salah satunya adalah negara gagal melindungi agama. Banyak aliran sesat saat ini, salah satunya Ahmadiyah yang belum selesai,” papar Ismail.

Sedangkan bentuk kesesatan yangsaat ini terjadi di mana negara tidak lagi berjalan pada prinsip Ketuhanan. “Dan banyak pula yang bertentangan dengan ajaran syariah, contohnya neoliberalisme,” jelasnya.

Menanggapi aksi demo untuk memperingati satu tahun kinerja SBY-Boedino, HTI sendiri menurutnya tidak akan turun ke jalan. “Kalau untuk besok kita nggak turun sepertinya.

Tanggal 20 Oktober 2010 ini Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II akan di sudah berumur satu tahun. Memperingati itu, direncakan akan ada aksi unjuk rasa untuk mengkritisi pemerintahan yang selama ini dianggap tidak pro rakyat. (Ibnudzar/dto)

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Populer