Mengenang Mbah Maridjan Yang Setia dan Khusnul Khotimah

Mengenang Mbah Maridjan yang Tawadhu dan Husnul Khatimah

Mbah Maridjan bergelar Mas Penewu Suraksohargo.
Lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada tahun 1927.

Menjadi Juru kunci Gunung Merapi 1982
Wakil juru kunci 1970
Amanah dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Mempunyai 3 anak yaitu
Mbah Ajungan
Raden Ayu Surjuna
Raden Ayu Murjana.

Mbah Ajungan menjadi penasihat presiden Sukarno tahun 1968-1969, kemudian menjadi wali Mangkunagara VIII tahun 1974-1987.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Nama dan sosok Mbah Maridjan sudah sedemikian dikenal publik Indonesia sebagai kakek yang bersahaja, bertanggungjawab terhadap amanah yang diemban dan setia memenuhi janjinya sampai akhir.

Mbah Maridjan yang sering mengenakan baju batik dan sarung ini walau terkenal sebagai bintang iklan Sido Muncul, sisi kehidupannya sebagai juru kunci Gunung Merapi tetap melekat padanya.

Pria kelahiran Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman tahun 1927 walau sudah berusia 83 tahun tapi tampak kuat dan tegar. Kesetiaannya kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang memberi amanah untuk menjadi juru kunci Gunung Merapi ditunaikan dengan baik, bahkan tak tergoda dan tidak silau dengan kemewahan dunia.

Mbah Maridjan yang bergelar Mas Penewu Suraksohargo (Sang Penjaga atau Juru Kunci Gunung Merapi) tetap teguh mendiami tanah kelahirannya yang jauh dari hiruk pikuk kemewahan. Bahkan dana yang diperoleh dari iklan juga dipakai untuk membangun Kinahreja termasuk rumah dan mesjid di dusunnya itu.

Gaya bicaranya yang lugu dan lucu sering tampak seperti banyolan tapi penuh makna. Dia sering melontarkan kalimat kalimat dalam bahasa Jawa yang sarat makna. "Aja kesusu golek jenang yen durung nduwe jeneng" Jangan buru buru cari harta kalau memang belum punya nama atau karya perjuangan untuk masyarakat.

Ketaatan atas perintah Kanjung Sultan HB IX ditunjukkan tahun 2006 saat Gunung Merapi meluluhlantakkan wilayah sekitar letusan Merapi kala itu. Mbah Maridjan keukeuh tidak mau meninggalkan Merapi walau gunung paling aktif di dunia itu "batuk-batuk" dan menyemburkan awan panas berbahaya. Saat itu Mbah Maridjan selamat.

Berbeda dengan letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010 yang disusul dengan semburan awan panas menyapu dukuh Kinahrejo tempatnya berdiam. Walau tim relawan dan SAR sudah merayu mengajak Mbah Maridjan untuk mengungsi tapi dia belum bersedia meninggalkan tempatnya bertugas.

Dia bersedia mengungsi meninggalkan kediamannya apabila sudah menunaikan Salat Maghrib di masjid yang berjarak 100 meter dari rumahnya. Ternyata Allah memanggil Mbah Maridjan pada saat juru kunci itu sedang menunaikan salat.

Keteguhannya untuk mendahulukan ketaatan kepada Tuhan mengalahkan segala-galanya, walau bahaya sudah mengancam. Mbah Maridjan berusaha memberikan pengabdian terbaik melalui salat Maghrib yang terakhir kali. Dan saat dia dalam posisi sujud itulah, Allah memanggilnya hingga tampak jenazahnya persis saat melaksanakan salat, suatu puncak ketundukan hamba kepada Sang Khalik yaitu sujud meninggikan namaNya.

Mbah Maridjan memang tampak sering mengadakan nasi tumpeng di dukuhnya untuk mengumpulkan warga membaca doa dan mengirim doa untuk arwah leluhur. Tradisi ini umum dilakukan oleh ummat Islam khususnya warga Nahdliyin yang rajin mengirim doa untuk para pendahulunya.

Pernah paranormal Ki Joko Bodo berkunjung ke kediaman Mbah Maridjan yang kemudian juga turut serta mengirim doa dilengkapi dengan nasi tumpeng sebagai simbul untuk menggalang persatuan warga agar memuji Sang Khalik yang Maha Tinggi. Mbah Maridjan pun tak ambil pusing apa kata orang terkait hal itu yang dibilang suka melakukan sesaji, tapi dia tetap santun dengan menjaga budaya Jawa beriringan dalam pengabdian kepada Nya.

Mbah Maridjan sosok yang sederhana, tawadhu, jujur, polos, lucu, teguh pendirian dan suka membantu sesama. Penilaian itu tak berlebihan karena Mbah Maridjan juga pernah menyempatkan diri mengunjungi korban banjir di Jakarta tahun 2007 dan di lain waktu.

Walau dia terkenal dengan "roso-roso" (kuat kuat) tapi sebenarnya Mbah Maridjan tidak ingin dirinya terkenal karena takut sombong. Jangan mengabadikan fotonya untuk hal hal yang tidak berguna. Jangan ambil foto saya. Itu artinya dia tidak mau sombong atau terkenal melebih kapasitas dan karyanya. Sosok yang rendah diri dan bersahaja.

Kini publik Indonesia telah kehilangan sosok mulia itu setelah tim medis memastikan bahwa jenazah yang ditemukan dalam posisi bersujud adalah Mbah Maridjan si juru kunci Merapi. Keluarganya selamat karena sudah bersedia mengungsi saat saat terakhir sebelum awan panas menyapu Kinahrejo.

Kamis (28/10/2010) sebelum Zuhur, jenazahnya akan dimakamkan di kawasan Srunen, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Jogjakarta. Kematiannya meninggalkan banyak pesan dan nasihat bagi manusia yang mengetahuinya. Kepergiannya penuh hikmah, husnul khatimah, suatu harapan yang banyak diidam-idamkan oleh manusia dalam doa dan ikhtiarnya. Selamat jalan Mbah Maridjan semoga karya dan kiprahmu dicatat sebagai amal ibadah di sisiNYa. (*)

Penulis: widodo
Editor: widodo
Share

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

Populer